Sidang pertama di Pengadilan Jerman akan dilaksanakan pada tanggal 22 Januari
Jerman, 19 Januari 2021 – Organisasi Rainforest Rescue asal Jerman (Rettet den Regenwald) dan Center for International Policy (CIP) yang bermarkas di Washington, D.C., Amerika Serikat mengecam gugatan pencemaran nama baik tak berdasar yang dilayangkan ke Pengadilan Regional Hamburg oleh sebuah perusahaan yang mengaku dirinya sebagai bagian dari perusahaan konglomerat minyak sawit, kayu dan menara pembangkit energi tenaga angin kerja sama Korea-Indonesia, Korindo. Sidang pengadilan pertama untuk kasus ini rencananya akan dilangsungkan tepat pukul 12 siang di waktu setempat pada tanggal 22 Januari mendatang.
Korindo terlibat dalam praktik deforestasi berskala besar dan pelanggaran hak-hak masyarakat adat di wilayah Papua dan Maluku Utara, Indonesia. Praktik buruk Korindo tersebut terungkap secara lengkap dalam laporan yang disusun oleh Mighty Earth pada tahun 2016 yang berjudul “Burning Paradise” serta sejumlah laporan, publikasi dan dokumenter lainnya, termasuk juga artikel BBC yang dirilis belum lama ini.
“Gugatan ini merupakan strategi kotor yang biasa dilakukan oleh banyak perusahaan. Melihat semakin terkuaknya praktik perusakan hutan hujan secara besar-besaran dan penyalahgunaan hak-hak masyarakat adat yang selama ini mereka lakukan, Korindo menggunakan gugatan ini untuk mencoba mengintimidasi dan membungkam LSM, jurnalis dan aktivis agar berhenti membongkar kegiatan mereka,” kata Deborah Lapidus, Wakil Presiden Mighty Earth. “Namun langkah ini justru semakin mengekspos tindak kejahatan Korindo dan menyoroti penyangkalan mereka atas semua kerusakan dan kerugian yang terjadi.”
Gugatan tersebut berdasarkan pada sejumlah surat yang ditandatangani oleh Mighty Earth, Rainforest Rescue (Rettet den Regenwald) dan koalisi LSM lainnya pada bulan Oktober 2016 – lebih dari empat tahun lalu. Surat-surat tersebut bertujuan untuk menyadarkan beberapa perusahaan pelanggan menara pembangkit energi tenaga angin produksi Korindo – termasuk Siemens AG (Jerman) dan Gamesa Corporation (sekarang Siemens Gamesa) dan Nordex SE (Jerman) – akan praktik perusakan hutan hujan berskala besar yang dilakukan oleh perusahaan tersebut di Indonesia. Dalam gugatannya, Korindo mempermasalahkan dan menghendaki pencabutan sejumlah pernyataan di dalam surat-surat tersebut serta menghendaki diterapkannya hukuman yudisial – yang mencakup denda dalam jumlah besar dan hukuman penjara – jika pernyataan-pernyataan tersebut kembali muncul di masa mendatang.
Tuntutan Korindo tersebut adalah contoh nyata Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP). SLAPP merupakan sebuah tren baru yang sangat mengkhawatirkan di mana berbagai pihak berkepentingan yang berpengaruh besar, seperti perusahaan raksasa atau individu ternama, mengajukan tuntutan hukum yang sengaja dirancang untuk menyerang dan secara substansial menguras sumber daya dari organisasi pengawas yang lebih kecil, aktivis, jurnalis, serikat pekerja, media massa serta pihak-pihak lainnya yang mewakili kepentingan masyarakat.
“Aksi perusakan hutan hujan merupakan salah satu kejahatan lingkungan terbesar yang terjadi di dunia saat ini. Namun, alih-alih menuntut para pelakunya, institusi pengadilan malah banyak digunakan untuk menyerang para aktivis lingkungan,” kata Bettina Behrend, Rettet den Regenwald. “Kini, demokrasi kita telah diselewengkan dan supremasi hukum juga telah disalahgunakan. Tapi hal ini tidak akan membuat kami terintimidasi. Sebaliknya, kami justru semakin bertekad untuk bersuara lebih lantang demi membela mereka yang hidupnya menderita akibat dampak kerusakan lingkungan.”
SLAPP merupakan ancaman besar bagi demokrasi dan hak-hak fundamental masyarakat, yang meliputi kebebasan berbicara dan hak untuk berkumpul. Meskipun demikian, kesadaran masyarakat akan ancaman gugatan SLAPP terhadap hak untuk mendapatkan informasi perlahan mulai meningkat. Wakil Presiden European Commission Věra Jourová baru-baru ini berjanji akan “meninjau semua opsi” untuk melawan ancaman SLAPP terhadap demokrasi di Eropa. Tak hanya itu, sebuah koalisi yang terdiri dari 87 organisasi jurnalistik dan masyarakat sipil, termasuk Mighty Earth, juga telah menyerukan kepada Uni Eropa untuk segera memberlakukan undang-undang yang mampu melindungi warga UE dari SLAPP.
Dipilihnya Jerman sebagai lokasi pengajuan gugatan tersebut mencerminkan langkah Korindo untuk memanfaatkan “jurisdiction shopping” – atau memilih negara yang penegakan hukumnya menguntungkan bagi penggugat – sebagai strategi untuk menyerang organisasi yang berani mengekspos pelanggaran lingkungan hidup dan hak asasi manusia yang mereka lakukan. Menurut para ahli hukum, Jerman merupakan salah satu dari sejumlah yurisdiksi di Uni Eropa yang hukum nasional dan putusan pengadilannya selama ini cenderung memberikan keuntungan bagi para pelapor tuntutan pencemaran nama baik yang tidak berdasar.
Gugatan ini menjadi aksi terbaru Korindo atau anak perusahaannya dalam menggunakan tindakan hukum, atau langkah-langkah intimidasi lainnya, untuk mencoba mengubur pengungkapan praktik tercela mereka. Berikut adalah daftar singkat tindakan hukum yang telah ditempuh Korindo dalam beberapa tahun terakhir:
“Kami berharap [Korindo] serius untuk memberikan pemulihan bagi masyarakat adat terkait hak atas tanahnya. Kami berterimakasih kepada LSM-LSM, nasional maupun internasional yang secara independent memantau kegiatan Korindo dan memberikan informasi yang berharga untuk membantu mereka menjadi perusahaan yang lebih baik, dan untuk ini Korindo seharusnya juga berterimakasih kepada mereka, daripada terus melawannya sampai ke tingkat pengadilan dan mengintimidasi mereka yang mengungkap praktik destruktif perusahaan ” kata Pastor Anselmus Amo, Direktur Eksekutif SKP KAMe Merauke, sebuah organisasi kemanusiaan milik Gereja Katolik yang berbasis di Papua yang telah bekerja selama bertahun-tahun untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, termasuk dari tindak eksploitasi Korindo.
“Mengajukan tuntutan hukum terhadap organisasi kepentingan publik tentunya tidak akan dapat memulihkan reputasi Korindo atau mengembalikan para pelanggan minyak sawit dan hasil hutan yang telah pergi akibat tindak perusakan lingkungan Korindo yang begitu membahayakan,” kata Lapidus. “Para perusahaan yang baru-baru ini menjadi pelanggan Korindo seperti General Electric Corporation (AS), News Corps Australia dan Sumitomo Forestry (Jepang) harus segera mendesak pihak Korindo untuk mengganti semua kerugian yang telah ditimbulkan baik terhadap masyarakat setempat maupun hutan hujan terakhir di Bumi yang sangat berharga dan berhenti membuang-buang waktu serta uang dalam upaya menggugat organisasi masyarakat sipil.” (*)
—
[i] Semua laporan investigasi FSC mengenai Korindo yang dirujuk di atas dapat ditemukan pada bagian bawah halaman situs web ini: https://fsc.org/en/unacceptable-activities/cases/korindo-group