Forest Stewardship Council menemukan bahwa Korindo telah melanggar standar organisasi dan menganjurkan langkah-langkah dan remediasi untuk menghindari disasosiasi
Setelah proses investigasi yang berlangsung selama dua tahun atas pengaduan yang diajukan oleh Mighty Earth, Board of International Directors dari Forest Stewardship Council (FSC), sebuah badan sertifikasi global yang memastikan pengelolaan hutan secara bertanggung jawab, hari ini menindaklanjuti kasus Korindo Group yang telah lama tertunda.
Korindo Group adalah konglomerat penebangan dan kelapa sawit Korea-Indonesia yang selama ini terlibat dalam deforestasi berskala besar di Papua dan Maluku Utara, Indonesia. Keterlibatan perusahaan ini terungkap dalam laporan berjudul “Burning Paradise” yang disusun oleh Mighty Earth. Selama bertahun-tahun, Korindo telah menggunakan label eco-forestry dari FSC untuk menyembunyikan praktik-praktik destruktifnya. Korindo menjual kayu, kayu lapis, bubur kayu, biomassa, dan kertas koran kepada sejumlah pelanggan seperti Asia Pulp & Paper (Indonesia), APRIL (Indonesia), Sumitomo Forestry (Jepang), Oji Corporation (Jepang), Marubeni (Jepang), dan News Corps Australia.
Hari ini, FSC menyimpulkan bahwa Korindo telah melanggar ‘Policy for Association’ (Pfa) dan memberlakukan serangkaian tindakan untuk mengatasi kerusakan parah yang disebabkan oleh perusahaan tersebut. Karena pelanggaran ini, FSC mengancam akan memutuskan hubungan (diasosiasi) dengan Korindo dan mencabut semua sertifikasinya. FSC juga mewajibkan Korindo untuk menghentikan semua aksi konversi hutan dan deforestasi, mendapatkan sertifikasi FSC dalam semua aktivitas kehutanan perusahaan dan mematuhi prinsip FPIC [Free Prior and Informed Consent]. Selain itu, Korindo diharuskan untuk mengevaluasi semua dampak negatif dan memulihkan lahan yang telah mereka rusak.”
Deborah Lapidus, Senior Campaigns Director untuk Mighty Earth, memberikan pernyataan sebagai berikut:
“Dengan ini, kami berharap Korindo akan mengakhiri praktik penyalahgunaan hak-hak masyarakat setempat dan penghancuran wilayah hutan hujan. Meskipun demikian, keberhasilan atau kegagalan langkah ini tergantung pada komitmen yang dibuat oleh Korindo untuk memulihkan dampak kerusakan pada masyarakat, hutan, dan ekosistem di Papua dan Maluku Utara. Persyaratan remediasi juga harus ditentukan setelah melakukan dialog dengan masyarakat sekitar yang terkena dampak, dan tidak ditetapkan secara sepihak oleh Korindo yang pastinya berupaya untuk meminimalisasi tanggung jawabnya.
Melalui investigasinya, FSC telah memverifikasi bukti-bukti yang dikumpulkan oleh Mighty Earth dan menyatakan bahwa Korindo bersalah sebagaimana dituduhkan. Dengan melakukan deforestasi berskala besar (lebih dari 30.000 hektar selama dua tahun sebelum pengaduan diajukan), menghancurkan habitat satwa liar dan melanggar hak-hak tradisional dan hak asasi manusia, Korindo telah melanggar standar FSC dan berpotensi untuk merusak nama baik FSC. Untuk menanggapi pelanggaran ini, FSC harus memastikan Korindo bertanggung jawab penuh atas perilaku buruknya.
Namun, sayang sekali FSC memilih untuk tidak merilis temuan lengkap dari ketiga investigasi tersebut. Penting bagi masyarakat dan pemangku kepentingan yang terkena dampak untuk membaca sendiri hasil temuan tersebut sebelum Korindo mampu memutarbalikkan fakta. Pernyataan FSC tidak menyoroti seberapa parah pelanggaran yang dilakukan Korindo serta menyalahartikan temuan Panel mengenai kebakaran hutan yang dilakukan perusahaan tersebut. Kami meminta FSC untuk merilis laporan mereka secara lengkap dan tanpa bias agar semua pihak dapat menilai keefektifan tindakan remediasi yang dilaksanakan oleh Korindo.”
Mighty Earth menyerukan kepada Korindo untuk mengembalikan tanah adat, menyelesaikan isu sosial dan menanggapi keluhan, memberikan kompensasi yang adil kepada masyarakat setempat atas hilangnya lahan, sumber daya alam, dan mata pencaharian mereka, serta memulihkan ekosistem yang rusak. Jumlah biaya yang wajib dikeluarkan Korindo dalam memulihkan suatu kawasan harus setara dengan kerusakan yang telah mereka lakukan selama dua dekade terakhir.
“Jika Korindo mampu memenuhi tanggung jawab mereka dan mengeluarkan ganti rugi sebesar ratusan juta dolar, maka tindakan FSC hari ini akan menjadi preseden yang kuat. Pengumuman yang dibuat FSC hari ini juga merupakan imbauan bagi sejumlah perusahaan lain, seperti Posco International yang juga beroperasi di Papua, untuk menghentikan dan menghilangkan praktik deforestasi pada lahan-lahan yang dimiliki masyarakat setempat.”
Mighty Earth menyerukan kepada FSC untuk melakukan penyelidikan baru terhadap sejumlah organisasi bersertifikasi FSC lainnya yang terlibat dalam praktik deforestasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Untuk itu, Mighty Earth baru-baru ini mengajukan pengaduan baru terhadap KTS Group atas pelanggaran berkelanjutan yang dilakukan organisasi tersebut terhadap Policy for Association FSC. Pengaduan tersebut juga menyertakan bukti bahwa bisnis kelapa sawit KTS, BLD Plantation, telah menebangi lebih dari 10.000 hektar hutan gambut yang kaya akan karbon di Sarawak (Malaysia) dalam kurun waktu lima tahun terakhir dan juga telah melanggar berbagai hak masyarakat setempat. Pelanggan KTS meliputi dua perusahaan kertas terbesar Indonesia, Asia Pulp & Paper (APP) dan APRIL. Keduanya tercatat memiliki komitmen untuk mematuhi kebijakan Tanpa Deforestasi, Tanpa Gambut, dan
Tanpa Eksploitasi. FSC belum mengambil keputusan apa pun untuk menindaklanjuti pengaduan ini.
Franky Samperante dari Yayasan Pusaka mengatakan: “Selama dua dekade, Korindo telah banyak melanggar hak tanah secara diam-diam, sementara mereka bertingkah sebagai penyelamat bagi orang-orang Papua. Karena itu, masyarakat luas harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Papua dan Maluku Utara. FSC memiliki tanggung jawab untuk merilis semua temuannya secara lengkap.”
Pastor Anselmus Amo from SKP-KAMe Meruake menambahkan, “Korindo telah menghancurkan tanah dan mata pencaharian masyarakat, merampas sumber daya alam mereka, melakukan tindak kekerasan dan intimidasi terhadap banyak orang, dan juga mencemari sungai. Tak hanya itu, semua ini mereka lakukan sembari merekrut tenaga kerja yang sebagian besar berasal dari luar Indonesia. Korindo juga belum serius melakukan pemberdayaan masyarakat dalam program CSR-nya. Kami berharap FSC mau berkonsultasi langsung dengan masyarakat setempat untuk memahami tindakan buruk Korindo serta pandangan mereka mengenai kompensasi yang adil dan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan. Kami tentunya siap untuk membantu.”
***
Informasi lebih lanjut :
Alex Armstrong
Mighty Earth
Ayunda Putri
Image Dynamics
0812 200 1411 / 0897 7400 788 (WhatsApp only)